About

SELAMAT DATANG DI BLOG RANCANG KOTA

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 24 April 2013

ISU - ISU SOSIAL KOTA

Selanjutnya adalah refresh materi tentang isu-isu sosial kota,yang banyak mengganggu kelangsungan aktifitas di suatu kota. Isu-isu sosial yang banyak terjadi di wilayah perkotaan menimbulkan permasalahan yang sangat serius. Masalah sosial di perkotaan adalah pertambahan penduduk yang tidak terkendali, tingkat kesadaran & kepedulian masyarakat kota dengan lingkungan di sekitar itu rendah sekali sehingga berdampak sangat besar, disini hukum rimba pun berlaku diamana yang kuat dia yang berkuasa dan yang lemah pasti akan tertindas, terjadilah kesenjangan sosial yang menyebabkan ketidak seimbangan dalam kehidupan perkotaan. dimana orang hanya akan memperdulikan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang lain lagi. Sekarang tinggal dari pemerintahan kota sendiri bagaimana mau menanganinya apakah kota tersebut mau di jadikan kota komersial atau kota budaya atau kota industri, sehingga karakteristik kota tersebut ada. kota dianggap dapat memenuhi kebutuhan semua orang karena berbeda dengan desa.
Isu-isu social kota menyebabkan konflik social yang dilatarbelakangi berbagai factor. Pertama, konflik social yang tumbuh karena masyarakat terdiri atas sejumlah kelompok social yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, yang terpisahkan oleh strata social. Kedua, kemiskinan bisa menjadi pemicu konflik social. Ketimpangan social antara orang kaya dan miskin menimbulkan rasa ketidakadilan. Ketiga, konflik social bisa terjadi karena proses urbanisasi yang besar-besaran, biasanya terjadi konflik antara pendatang dan penduduk asli di daerah tersebut. Keempat, konflik yang terjadi antara kelompok social yang mempunyai karakteristik dan perilaku yang inklusif, dan menimbulkan prototype, prasangka, stigma dan curiga atau kecemburuan antar kelompok.
Sepertinya yang umum sih masalah akses sumber daya yang tak merata, mulai dari yang fisik ( misalnya air, perumahan), hingga non-fisik (kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja). Karena akses tidak merata, terjadi kesenjangan, rebutan, kriminalitas yang juga bisa dilihat sebagai masalah tapi bisa juga sebagai keuntungan adalah struktur hubungan antar manusia di kota yang konon tidak seerat di desa, nilai-nilai 'modern' seperti mementingkan individu, materi dan kompetisi. Sisi baiknya dari masalah ini adalah orang terpacu untuk lebih baik, tidak melulu menerima dan tidak terlalu mencampuri urusan orang lain. Keragaman di kota, yang bisa menimbulkan friksi tapi bisa juga saling mendukung kalau bisa dikelola dengan baik. Secara garis besar, isu-isu tersebut antara lain:
1.    Banyaknya kemiskinan, dengan angka pengangguran yang sangat tinggi,
2.    Tingginya angka urbanisasi, menyebabkan banyak kejahatan dalam lingkungan sosial masyarakat kota,
3.    Mahalnya biaya kesehatan dan minimnya kesejahteraan ibu & anak,
4.    Masalah kurangnya tempat tinggal karena padatnya jumlah penduduk, menyebabjan kurangnya area terbuka hijau,
5.    Tingkat polusi udara, air & suara yang tinggi,
6.    Masalah sampah yang perlu penanganan, sanitasi lingkungan, drainase untuk pencegahan banjir dll.

Selasa, 16 April 2013

Isu-Isu dan Permasalahan Perkotaan



1.Urbanisasi

Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah semakin banyaknya penduduk Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan.
Dilihat dari aspek fisik, urbanisasi di Indonesia ditandai oleh: (1) Meluasnya wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan meluasnya daerah pinggiran terutama di kota-kota besar dan metropolitan di Indonesia, (2) Meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan sub-urban yang telah ’mengintegrasi’
kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota intinya dan membentuk konurbasi yang tak terkendali, (3) Meningkatnya jumlah desa kota (desa yang tergolong daerah perkotaan). Berdasarkan hasil pengolahan data PODES 1999 dari 7.430 atau 10.87% dari seluruh desa di tahun 1980 adalah desa kota dan ini meningkat menjadi 12.293 atau 17.99% dari jumlah total desa di tahun 1999, (4) Sebagian besar urbanisasi (30-40%) terjadi karena reklasifikasi (perubahan daerah rural menjadi daerah urban, terutama di Jawa), (5) Propinsi-propinsi trans border (Kalimantan Timur, Riau, Sumatera Utara) cenderung mempunyai persentase penduduk urban yang tinggi, (6) Tingkat pertumbuhan penduduk kota inti di kawasan metropolitan cenderung menurun, sedangkan di daerah. Hal ini menyebabkan tidak efisiennya pelayanan kota serta menurunnya kinerja kota. Selain itu, hal tersebut juga berarti semakin dieksploitasinya sumber alam sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kualitas kehidupan kota. Selain daripada itu pada kenyataannya, kota (selain menjadi tempat konsentrasi penduduk) juga menjadi tempat dimana terjadi perusakan lingkungan, timbulnya polusi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang terbesar.
 2. Kemiskinan di Perkotaan

Permasalahan lain yang timbul akibat urbanisasi adalah meningkatnya jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan, sehingga masalah kemiskinan perkotaan merupakan masalah krusial yang banyak dihadapi kota-kota di Indonesia. Yang paling mudah dan terlihat jelas dari wajah kemiskinan perkotaan ini adalah kondisi jutaan penduduk yang tinggal di permukiman kumuh dan liar. Kondisi kekumuhan ini menunjukkan seriusnya permasalahan sosial-ekonomi, politik dan lingkungan yang bermuara pada kondisi kemiskinan. Pengertian kemiskinan sendiri bermakna multi-dimensi dari mulai rendahnya pendapatan, 
Masalah kemiskinan ini merupakan masalah yang mendesak, tidak hanya di tingkat kota,tetapi juga merupakan masalah nasional. Pada kurun waktu 2004-2005 banyak terjadi peristiwa penting yang mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia, antara lain bencana tsunami dan gempa di Aceh dan Nias, bencana alam di beberapa kawasan timur Indonesia serta kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang secara signifikan mempengaruhi eskalasi jumlah orang miskin di Indonesia.
 3. Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

Masalah yang terkait dengan kualitas lingkungan hidup dan pada akhirnya kualitas hidup masyarakat kota, meliputi aspek fisik seperti kualitas udara, air, tanah; kondisi lingkungan perumahannya seperti kekumuhan, kepadatan yang tinggi, lokasi yang tidak memadai serta kualitas dan keselamatan bangunannya; ketersediaan sarana dan prasarana serta pelayanan kota lainnya; aspek sosial budaya dan ekonomi seperti kesenjangan dan ketimpangan kondisi antar golongan atau antar warga, tidak tersedianya wahana atau tempat untuk menyalurkan kebutuhan-kebutuhan sosial budaya, seperti untuk berinteraksi dan mengejawantahkan aspirasi-aspirasi sosial budayanya; serta jaminan perlindungan hukum dan keamanan dalam melaksanakan kehidupannya. Kohesi sosial dan kesetaraan merupakan faktor penting dalam kualitas hidup di perkotaan.
4.             Keamanan dan Ketertiban Kota

Beberapa teror bom yang terjadi di beberapa kota Indonesia akhir-akhir ini, seperti di Bali (tahun 2002 dan 2005), di Jakarta (Kedubes Filipina, Hotel JW Marriot, Kedubes Australia, dll) telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat perkotaan dan mengganggu jalannya perekonomian kota. Selain itu beberapa kota di Indonesia juga mengalami penurunan kualitas kehidupan dengan banyaknya terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh konflik antar kelompok masyarakat, seperti di Poso, Palu, Ambon, Banda Aceh, Lhokseumawe, dan sebagainya.
5. Kapasitas Daerah dalam Pengembangan dan Pengelolaan Perkotaan
Dengan adanya ketetapan untuk melaksanakan desentralisasi dan otonomi secara lebih mantap maka kesiapan daerah untuk mengelola pembangunan kota perlu menjadi perhatian utama. Kapasitas daerah yang perlu dipersiapkan meliputi:
kapasitas SDM; kapasitas dan struktur kelembagaannya; peraturan perundangan pendukung serta kemampuan pengelolaan pembiayaannya. Pemerintah Daerah ditantang untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan antara lain kapasitas sumberdaya manusia yang cukup. Pengembangan kapasitas sumber daya manusia ini meliputi kelompok
Kelembagaan dalam era pasca desentralisasi perlu memperoleh perhatian. Terutama karena kewenangan pengelolaan dan pembangunan kota ada di tingkat daerah. Dengan banyaknya fihak yang terkait dan bertanggung jawab akan pengelolaan dan pembangunan kota, koordinasi antara berbagai fihak ini menjadi sangat penting.
6. Pertumbuhan antar Kota yang Belum Seimbang

Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan, saat ini masih terpusat di Pulau Jawa-Bali. Pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Jawa, berjalan lambat dan pembangunannya relatif tertinggal. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan, umumnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Hal ini ditambah dengan adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah, menumbuhkan urbanisasi yang tidak terkendali.
Pergerakan penduduk perkotaan terfokus pada beberapa tujuan saja, yang mengakibatkan adanya konsentrasi berlebihan pada penduduk di Pulau Jawa, khususnya Jabodetabek. Secara fisik, penyebaran penduduk yang tidak merata mengakibatkan meluasnya wilayah perkotaan, meluasnya daerah pinggiran, terutama di sekitar kota-kota besar dan metropolitan, meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan sub urban yang telah mengintegrasi kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota intinya sehingga terjadi konurbasi.
7.             Globalisasi

Dalam era globalisasi ini, pembangunan perkotaan di Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk dapat bersaing di dunia internasional, seperti misalnya dalam kualitas dan kuantitas produk-produk nasional dan dapat masuk dalam pasar global.
Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan, kota-kota di Indonesia dapat bersaing dengan kota-kota lain di dunia, khususnya di bidang pertumbuhan ekonomi.

Selasa, 09 April 2013

TEORI PERKEMBANGAN KOTA


Teori struktur ruang kota
Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu:
·         Teori Konsentris (Burgess, 1925)

Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf12/skins/common/images/magnify-clip.png
Teori Konsentris
Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
1.    Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank,museumhotelrestoran dan sebagainya.
2.    Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosialekonomi. Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
3.    Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini yaitu working men's homes.
4.    Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
5.    Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi.
6.    Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
·         Teori Sektoral (Hoyt, 1939)

Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf12/skins/common/images/magnify-clip.png
Teori Sektoral
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
1.    Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
2.    Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
3.    Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
4.    Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
5.    Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
·         Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)

Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf12/skins/common/images/magnify-clip.png
Teori Inti Berganda
Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satugrowing points. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
1.    Pusat kota atau Central Business District (CBD).
2.    Kawasan niaga dan industri ringan.
3.    Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4.    Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5.    Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6.    Pusat industri berat.
7.    Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8.    Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9.    Upakota (sub-urban) kawasan industri
·         Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
·         Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)
Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
·         Teori Historis (Alonso, 1964)
DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
·         Teori Poros (Babcock, 1960)
Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. Asumsinya adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya. Zona yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.

Rabu, 03 April 2013

Sejarah Perkembangan Kota Di Dunia


Sejarah Perkembangan Kota di Dunia
Sejarah perkembangan kota di dunia dimulai pada zaman pra Yunani (zaman perunggu), Yunani, Romawi, abad pertengahan, Renaissance dan Boroque, Revolusi Industri hingga pasca industri. Sebelumnya sudah dijelaskan mengenai jenis-jenis kali ini kita mencoba mengetahui sejarah perkembangan kota. Mengenai sejarah perkembangan kota di dunia lebih jelasnya sebagai berikut :

1. Zaman Pra Yunani (Zaman Perunggu)
  • Merupakan kota-kota kerajaan (didiami kurang lebih antara 3000 - 5000 orang);
  • Berfungsi sebagai benteng pertahanan, pusat perdagangan bagi hasil-hasil pertanian daerah sekitarnya, dan tempat pengolahan barang-barang (manufaktur), serta kesenian;
  • Selalu berada di tepi sungai-sungai besar (sekaligus bermanfaat bagi pertanian, pertahanan, dan transportasi). Hal  ini menjadi faktor utama pemilihan lokasi kota;
  • Contoh kotanya : Babilon di Irak, Ur di Turki dan Kahun di Mesir.
2. Yunani
  • Munculnya wacana demokrasi (kekuasaan tidak di tangan raja);
  • Tempat-tempat persidangan demokrasi (pnyx/lapangan terbuka) mengganti istana raja sebagai pusat kota;
  • Terjadi suburbanisasi karena ditinggal warganya untuk tinggal di daerah pinggiran;
  • Muncul seorang bernama Hippodamus, sebagai peletak dasar teoritis perencanaan fisik kota;
  • Contoh kotanya : Athena di Yunani, Miletus dan Priene di Mesir dan Thurij di Italia. Jumlah penduduknya diperkirakan antara 40.000 - 100.000.
3. Romawi
  • Terkenal dengan pandangan Pax Romano;
  • Keberhasilan menaklukkan wilayah lain membuat Romawi membangun jalan-jalan di seluruh imperiumnya dari Inggris sampai Babilon dan dari Spanyol sampai Mesir. Pembangunan jalan-jalan tersebut bertujuan untuk memperlancar arus komunikasi dan perdagangan dari Roma dan  memudahkan pasukan bergerak untuk mengamankan dan menumpas pemberontakan;
  • Menjadi perencana wilayah yang pertama;
  • Dibangunnya kota militer diseluruh imperium dengan maksud untuk menegakkan citra hukum dan keterlibatan;
  • Kaesar berlomba-lomba membuat bangunan sebagai tanda kebesaran dirinya, setiap Kaesar membuat tempat pertemuan umum (forum) yang sering digunakan untuk pertemuan politik dan bisnis;
  • Pengaruh gereja terhadap bangunan-bangunan kota;
  • Munculnya tuan tanah - tuan tanah (feodalisme)
  • Penemuan bahan peledak, yang pada akhirnya mempengaruhi bentuk kota. Benteng-benteng dibangun jauh di luar kota dan daerah-daerah penyangga.
4. Renaiisance dan Boroque
  • Mulai muncul seni sehingga kota lebih artistik;
  • Tokoh perancang yang terkenal antara lain Leonardo da Vinci dan Michelangelo.
5. Revolusi Industri
  • Ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1769;
  • Produksi meningkat yang pada akhirnya muncul tempat-tempat pengolahan baru (pabrik) meningkat yang pada gilirannya membuat jumlah pekerja bertambah;
  • Jumlah pekerja yang bertambah memunculkan persoalan permintaan permukiman bagi pekerja di sekitar pabrik yang pada akhirnya juga memerlukan sarana penunjang lainnya;
  • Pabrik-pabrik tersebut memerlukan bahan baku yang lancar dan memasarkan hasilnya ke konsumen, yang tentunya memerlukan sarana transportasi yang cepat;
  • Munculnya kapal uap dan kereta api uap (1800 an). Kota menjadi lebih terbuka dengan dibangunnya infrastruktur rel kereta api yang dapat menghubungkan ke daerah luar kota;
  • Mulailah periode industrialisasi yang intensif yang ditandai kemacetan lalu lintas, polusi udara dan air;
  • Munculnya gerakan reformasi (akhir abad ke 19), seperti munculnya undang-undang kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan standar perencanaan perumahan dan pemukiman, pengontrolan penggunaan lahan dan tinggi bangunan. Termasuk didalamnya adalah gerakan anti revolusi industri, seperti Robert Owen dengan perumahan koperasinya dan JS. Buckingham dengan membentuk masyarakat kehidupan sederhana;
  • Tak kalah juga, beberapa pendukung revolusi industri melahirkan konsep-konsep tentang kota baru. Seperti Sir Titur Salt membangun Saltair di Inggris, Keluarga Krupp mendirikan Kota Essen di Jerman, serta George Cadbury memindahkan ke Kota baru Bournville. Kesemua kota baru tersebut selain untuk pabriknya juga untuk menampung pekerjanya;
  • Komunikasi makin lancar dengan diketemukannya telegram (1876) dan radio serta televisi (1925);
  • Muncul tokoh yang terkenal dengan konsep Kota Taman (kristalisasi konsep kota baru dalam mengurangi masalah kota industri), yaitu Ebenezer Howard (1896). Selain itu jgua muncul Patrick Gaddes, yang menyarankan "perencanaan fisik tidak dapat meningkatkan kondisi kehidupan kota, kecuali jika diterapkan secara terpadu dengan perencanaan ekonomi dan perencanaan sosial yang berkaitan dengan lingkungan". Gaddes menyebutnya "urban conurbation".
5. Pasca Industri
  • Eksploitasi sumberdaya alam besar-besaran, sehingga memunculkan pembangunan yang berwawasan lingkungan atau biasa dikenal dengan konsep pembangunan berkelanjutan;
  • Transportasi dan komunikasi lebih cepat dan praktis, sehingga perencanaan transportasi serta komunikasi sangat diperlukan;
  • Urbanisasi semakin tinggi.

Begitulah catatan kuliah saya mengenai Sejarah Perkembangan Kota di dunia. Selain materi ini saya dapatkan di dalam perkuliahan saya juga mencari informasi lain tentang perkembangan kota di dunia lewat internet,sehingga materi tentang sejarah kota bisa selesai di kerjakan. J

Sumber :: http://dokter-kota.blogspot.com/2012/09/sejarah-perkembangan-perencanaan.html